Ratusan Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang Demo, Protes Kebijakan Prabowo dan Gibran

Lentera-PENDIDIKAN.com,PALEMBANG-Ratusan mahasiswa dari UIN Raden Fatah Palembang menggelar aksi demo dengan tema Indonesia Gelap di depan Gedung DPRD Sumsel di Jalan POM IX Palembang, Kamis (20/2/2025). Presiden Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang Ilham mengatakan mahasiswa sudah sepakat bahwasanya akan turun melakukan aksi pada Kamis mendatang.

“Kita sepakat akan mengelar aksi di Simpang Lima DPRD Provinsi Sumsel, dengan masa 1000 orang,” kata Ilham.

Menurutnya, dalam konsolidasi yang dilakukan pada Senin, 17 Februari 2025 ada beberapa pandangan dan tuntutan yang disampaikan terhadap kebijakan pemerintah Prabowo-Gibran selama lebih dari 100 hari masa kerja mereka. Mahasiswa sempat membakar ban sebagai bentuk protes kebijakan Presiden Prabowo-Gibran.

Wakil Ketua III DPRD Sumsel M Ilyas Panji Alam terpantau turun dan menemui massa aksi. Didampingi Wakil Ketua Komisi III M Nasir, Ilyas mengatakan pihaknya akan menerima aspirasi tersebut dan menyampaikannya ke instansi terkait.

“Kami mewakili anggota DPRD Sumsel siap menerima aspirasi mahasiswa. (Sebanyak) 9 tuntutan ini akan kami tandatangani dan sampaikan kepada instansi yang berkompeten untuk ditindaklanjuti,” ungkap Kader PDIP tersebut.

Mahasiswa menolak kebijakan pemotongan anggaran di sektor pendidikan yang dapat membahayakan investasi jangka panjang menuju Indonesia Emas 2045. Pendidikan yang kuat adalah dasar bagi tercapainya tujuan tersebut.

Mereka meminta pemerintah segera memenuhi hak-hak dosen, seperti tunjangan kinerja (Tukin) bagi dosen ASN, serta menjamin kesejahteraan tenaga pendidik lainnya. Keterlambatan ini dinilai merugikan sektor pendidikan.

Mahasiswa juga menolak revisi Tata Tertib DPR RI Nomor 1 Tahun 2025, terutama Pasal 288A Ayat 1, yang dianggap dapat mengurangi partisipasi publik dalam mengawasi kinerja legislatif serta melemahkan prinsip demokrasi.

Mereka menolak revisi terhadap Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Kejaksaan, karena dikhawatirkan akan menimbulkan tumpang tindih dalam proses hukum dan memberikan wewenang terlalu besar kepada kejaksaan, yang berpotensi menciptakan “kekuasaan absolut. Terakhir, mereka mengusulkan adanya evaluasi terhadap Inpres Nomor 1 Tahun 2025 dan mendesak adanya aturan turunan yang lebih jelas untuk memastikan implementasi yang tepat.

Banner lentera

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *