Lentera-PENDIDIKAN.com,PALEMBANG-Dalam upaya mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), Gubernur Sumatera Selatan(Sumsel) H. Herman Deru bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia, Hanif Faisol Nurofiq, melakukan konsolidasi kesiapsiagaan personel dan peralatan pengendalian kebakaran lahan di Provinsi Sumsel. Kegiatan ini berlangsung di Hotel Aryaduta Palembang, Sabtu (24/5/2025).
Dalam sambutannya, Menteri LHK Hanif Faisol menegaskan akan memberikan sanksi kepada pengusaha sawit dan pemegang konsesi yang tidak serius dalam mencegah karhutla di Sumsel.
“Jika dalam dua minggu mereka tidak melaporkan kesiapan penanganan karhutla, baik dari sisi SDM, peralatan, maupun pendanaan, kami akan menerapkan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009,” tegas Hanif usai menghadiri konsolidasi.
Ia menyebut Indonesia saat ini menempati peringkat kedua sebagai penyumbang kabut asap global, yang sebagian besar disebabkan oleh karhutla. Kondisi ini turut mempengaruhi emisi gas rumah kaca serta kredibilitas Indonesia dalam komitmen penurunan emisi global.
“Jangan sampai negara dirugikan karena kelalaian para pemegang izin. Jika perlu, kami akan ajukan sanksi pidana dengan ancaman satu tahun penjara bagi yang tidak patuh,” ujarnya.
Hanif juga mengapresiasi langkah Pemerintah Provinsi Sumsel yang dinilai berhasil menekan jumlah titik panas (hotspot) di tahun 2025. Hingga bulan Mei, Sumsel berada di posisi kelima terendah dibanding lima daerah lain yang rawan karhutla.
“Alhamdulillah Sumsel tidak masuk dalam lima besar wilayah dengan jumlah hot spot tertinggi. Terima kasih Pak Gubernur, Pak Bupati. Sampai bulan Mei, total lahan yang terbakar di Sumsel hanya sekitar 5 hektare. Ini pencapaian yang luar biasa dan patut diapresiasi,” tambahnya.
Sementara itu, Gubernur Herman Deru menyampaikan bahwa kesadaran masyarakat untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar terus meningkat. Meski awalnya dilakukan karena takut terhadap sanksi, kini masyarakat mulai memahami dampak karhutla.
Namun demikian, menurutnya, kepala daerah juga harus menyediakan alternatif pembukaan lahan tanpa bakar, seperti ekskavator, traktor roda empat, dan buldoser.
“Sedikit demi sedikit kebutuhan ini mulai kita penuhi, terutama di wilayah rawan, melalui penyewaan jasa alsintan dengan harga terjangkau,” jelas Herman Deru.
Ia mengakui kebiasaan membakar lahan telah menjadi tradisi turun-temurun. Namun, saat ini dampaknya menjadi sorotan, termasuk dari negara tetangga. Faktor utama penyebabnya adalah kondisi gambut di Sumsel yang sangat spesifik.
Gubernur juga menyoroti bahwa banyak kebakaran terjadi di lahan terbengkalai akibat izin usaha yang tidak dilanjutkan atau hak guna usaha (HGU) yang tidak produktif.
Untuk itu, ia berharap pemerintah pusat dapat memberikan dukungan regulasi yang tidak hanya bersifat sanksi, tetapi juga pembinaan untuk solusi jangka panjang.
“Ancaman lingkungan di Sumsel bukan hanya karhutla, tapi juga dampak dari kekayaan sumber daya seperti gas dan minerba. Kami sangat mendukung terciptanya lingkungan yang baik. Mari kita komunikasikan pengelolaan tambang yang benar agar bisa dicegah kerusakan yang lebih besar,” ujarnya.
Gubernur berharap ke depan terjalin kerja sama konkret antara Pemerintah Provinsi Sumsel dan Kementerian LHK dalam mengatasi karhutla serta persoalan lingkungan lainnya.
“Kami mohon arahan dan bimbingan dari pusat agar Sumsel tidak lagi menjadi langganan karhutla,” tegasnya.