Lentera-PENDIDIKAN.com,PALEMBANG-Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Palembang Laksamana Pertama TNI, Idham Faca,S.T, M.M, M.Tr, Opsla melalui Kepala Seksi Keselamatan Berlayar Capt. Bintarto M.Mar mengatakan, memang benar bahwa pada tanggal 12 Maret 2025 kapal Tongkang Kapuas Jaya 3023 yang ditarik TB. Johan Jaya 171 menabrak rumah dan perahu di sungai Musi.
“Kejadian tersebut memang banyak yang mempertanyakan kepada kami apakah kapalnya itu tidak layak, tidak diawaki dengan cukup atau muatan yang berlebih? Dari kejadian tersebut pada tanggal 18 Maret 2025 Kepala Kantor KSOP Kelas I Palembang (diwakili oleh Kabid KBPP dan Kasi Keselamatan Berlayar) dipanggil dan menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD provinsi untuk memberikan keterangan dan penjelasan terkait kecelakaan kapal tersebut dan untuk mengambil langkah-langkah mitigasi agar kejadian serupa tidak terulang kembali serta memastikan bahwa korban mendapat santunan atau ganti rugi atas kerusakan rumah dan perahu/sampan yang tertabrak kapal. Dan dijelaskan oleh Kabid KBPP bahwa kapal layak laut, diawaki oleh crew dengan jumlah dan ijazah yang cukup dan mengenai korban sudah ada kesepakatan perdamaian serta sudah mendapat ganti rugi sesuai kesepakatan bersama. ” ujarnya, Kamis (20/3/2025).
“Pasca Kejadian tersebut kami langsung memanggil nakhoda, perusahaan pelayarannya (pemilik kapal) dan agennya. Dari penjelasan nakhoda dugaan sementara kecelakaan terjadi karena nakhoda salah dalam melakukan perhitungan pada saat manouver untuk memutar kapal (tongkang). Untuk pastinya apa penyebab kecelakaan akan terungkap setelan dilakukan Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan (BAPP) dan kami masih berproses. Surat penggilan untuk BAPP sudah dikirim ke mereka (nakhoda dan Crew serta lainnya yang terlibat) untuk dimintai keterangan,” tambahnya.
Bintarto menjelaskan, dari keterangan awal yang disampaikan nakhoda dugaan sementara kecelakaan tersebut terjadi karena nahkodanya dalam mengambil tindakan pada saat memutar kapal perhitungannya tidak tepat (faktor arus yang sangat kuat kurang diperhitungkan).
” Bisa saya sampaikan bahwa kapal mengapung tanpa engine (mesin stop) kapal bisa bergerak dengan sendirinya dengan kecepatan 5 sampai 6 knot. Hal itu terjadi karena air kondisi surut ditambah curah hujan di hulu sangat tinggi, jadi memang arus di sungai Musi sangat kuat sekali. Dalam kondisi seperti ini nahkoda harus benar-benar tepat dalam mengambil tindakan.
Satu hari setelah dipanggil RDP oleh DPRD provinsi Sumsel (19 Maret 2025) kami dipanggil lagi oleh DPRD Kota Palembang untuk RDP terkait kecelakaan tersebut. Pimpinan rapat saat itu menyampaikan bahwa pada tanggal 12 Maret 2025 telah terjadi kecelakaan kapal yang melewati jembatan Ampera nyangkut jembatan dan ditarik mundur. Pada saat ditarik mundur tersebut menabrak perahu/sampan dan rumah warga yang di pinggir Sungai. Tapi kami klarifikasi bahwa sebelum menabrak perahu/sampan dan rumah warga kapal tidak nyangkut jembatan Ampera. Jadi kami pastikan bahwa kapal menabrak jembatan Ampera itu tidak benar,” tegasnya.
“Jadi kapal saat itu baru mulai bergerak mau berputar dan pada saat berputar nahkoda itu salah mengambil perhitungan. Dia mau putar ke kiri, begitu putar ke kiri air surut mengenai lambung secara otomatis kapal tersebut akan bergerak ke kiri. Begitu bergerak ke kiri kapal/tongkang tetap dipaksa diputar ke kiri akhirnya menyangkut di rumah warga di bantaran sungai Musi. Karena arus yang sangat kuat, harusnya nahkoda itu pada saat putar ke kiri dia itu agak merapat ke kanan baru dia berputar, tapi saat itu itu tidak dia lakukan, itu yang disampaikan oleh nahkoda.
Lebih lanjut Capt. Bintarto menerangkan bahwa Surat Persetujuan Olah Gerak (SPOG) diajukan dan diproses secara online.
“Jadi mereka mengajukan ke sistem inaportnet kita akan lakukan verifikasi. Jadi dari dokumen-dokumen yang diupload lengkap dan update (tidak ada yang expire atau mati) dan sudah melakukan pemenuhan administrasi (pembayaran PNBP dan kuwajiban lainya) serta dilengkapi master declaration maka tidak ada alas an bagi kami untuk tidak menerbitkan SPOG. Kapal ini adalah SPOG (bukan SPB) karena kapal ini hanya untuk transitmen dan tidak keluar di Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKP) dan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr),” tuturnya.
Lebih lanjut dia menuturkan bahwa Surat Persetujuan Olah Gerak (SPOG) itu tidak ada masalah. Karena SPog diterbitkan berlaku satu kali 24 jam. Untuk masalah kapal itu diberangkatkan kapan itu nanti keputusan dari nahkoda dan saran pandu kapan akan memberangkatkan.
Ketika ditanya apa saja langkah antisipasi agar kecelakaan seperti itu tidak terulang kembali, Bintarto menjelaskan bahwa kami sudah beberapa kali memberikan notice to mariners yang berisi antara lain muatan batu bara permukaannya harus diratakan, ketinggian kapal tidak boleh lebih dari 8 meter dihitung dari garis air, berlayar melintasi jembatan hanya pada siang hari, pada sat melintas harus ditowing dengan kapal tug boat yang memiliki daya mesin 2400 HP danharus di assist/tunda dan lain-lain. Hal itu sesuai dengan perda kota Palembang nomor 14 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan transportasi.,” paparnya.
“Sesuai dengan PM 28 tahun 2022 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar dan Surat Persetujuan Kapal di Pelabuhan bahwa SPB maupun SPOG pemeriksaannya dilakukan secara administratif dan diajukan serta diproses secara on line melalui aplikasi. Pememeriksan kelapangan dilakukan apabila sudah ada dugaan pelanggaran atau ada laporan. Karena perairan Sungai Musi sudah menjadi perairan wajib pandu maka kapal yang sudah memenuhi wajib pandu (500 GT atau lebih) wajib dilakukan pemanduan. Setiap pandu baru wajib melaksanakan pemanduan pandu barulah misalnya atau pandu yang pindahan masuk ke sini baru melaksanakan familisasi/pengenalan. Di kami (KSOP Kelas I Palembang) dilakukan familitasi di ruangan atau in class dan familisasi di lapangan atau melopen. Pada saat familisasi di ruangan itu kami jelaskan apa yang harus dilakukan di dalam sebelum naik kapal, setelah diatas kapal, saat berlayar dan sebelum turu dari kapal. Sebelum naik kapal antara lain pandu harus cek apakah kapl over draft, bagaimana stabilitasnya dan lain-lain,” tuturnya.
“orang awam menduga, jangan-jangan muatan berlebih. Kami pastikan bahwa apabila muatan berlebih atau biasa disebut over draft maka kami tidak akan berikan SPB maupun SPOG,” bebernya.
Capt. Bintarto juga mengungkapkan, bahwa kalau ada pelanggaran terhadap pandu atau misalnya pandu melakukan pelanggaran yang mengakibatkan kapal itu menabrak maka pandunya akan kami panggil dan proses (BAPP) serta akan diberi sangsi.
“BAPP kita kirim ke Direktorat KPLP dan Mahkamah pelayaran dan nanti akan diverifikasi Mahkamah pelayaran akan ditindaklanjuti dengan siding dengan sidang Mahkamah Pelayaran dan Keputusan siding Makamah Pelayaran akan merekomendasikan ke Menteri untuk diberikan sangsi terhadap nakhoda, perwira atau pandu yang melakukan pelanggaran pelayaran. Sangsi ini bisa berupa pembekuan atau pencabutan ijazah. Pembekuan ijazah bisa 3 bulan, 6 bulan atau lebih tidak boleh berlayar sesuai keputusan hakim,” paparnya.
Bintarto mengungkapkan, masih terjadi itu adalah kapal itu menyangkut di jembatan Ampera.
“Jadi kami sudah rapat dengan para perusahan pelayaran dan keagenan kapal bahwa air di sungai Musi itu selalu terjadi pasang dan surut yang mengakibatkan ketinggian ruang bebas di bawah jembatan selalu berubah-ubah. Hal ini tikan nakan terjadi di Jalan Raya flyover jalan tol atau jembatan lainnya. Misalnya ketinggiannya 3 meter dipastikan ketinggiannya tidak akan mengalami perubahan. Sangat berbeda dengan di air, pasang dan surut akan merubah ketinggian ruang bebas udara di bawah jembatan. Untuk itu kami berharap agar segera dipasang alat pengukur digital ketinggian ruang udara bebas di bawah jembatan dan alhamdulillah rapat beberapa waktu yang lalu para pengusaha pelayaran siap untuk membantu pengadaan alat tersebut. Itulah sadar kita mengantisipasi meminimalisir terjadinya kecelakaan di perairan sungai Musi,” katanya.
“Kami pun sudah sangat peduli sekali terhadap jembatan tersebut. Jembatan Ampera itu sudah menjadi ikon dari Sumatera Selatan. Jadi kami sama-sama menjaga. Kami pun selalu mengingatkan pendu pada saat melakukan familisasi in class termasuk tempat/lokasi lain yang kondisinya kritis,” urainya.
“Kami juga meminta agar seluruh jembatan itu untuk dipasang alat ukur digital ketinggian ruang udara bebas di bawah jembatan. Jadi selain itu harapan kami agar tiap-tiap tiang jembatan di pasang pelindung (fender). Kita harus bedakan pelindung tiang jembatan dan fender itu berbeda jadi kalau pelindung itu mungkin bisa dari beton bisa dari besi dan fender fender itu yang menempel di beton atau di besi tersebut itu namanya fender. Fender jembatan adalah perangkat pelindung yang dipasang di sekitar jembatan untuk menyerap energi benturan kapal atau benda lainnya. Fender berfungsi melindungi struktur jembatan dari kerusakan.
fender itu dari karet jadi yang tersenggol itu tidak rusak makanya terbuat dari karet. Jadi seperti yang ada di setiap pinggir-pinggir dermaga,” paparnya.
“kami juga memohon dan menghimbau kepada kapal-kapal kecil, jukung, perahu, sampan atau yang lainnya untuk tidak menghalangi/merintangi kapal yang besar yang memiliki keterbatasan untuk melakukan olah gerak. Karena kalau kapal kecil bisa langsung berhenti atau berbelok. Berbeda dengan kapal besar, untuk berhenti dan berbelok harus dibantu dengan kapal tunda atau membutuhkan ruang Gerak yang cukup luas. Kecelakaan kapal pasti akan mengakibatkan kerugian terhadap siapapun, baik itu yang ditabrak, yang menabrak, pemilik muatan karena muatan terlambat, kemungkinan terjadi pencemaran dan secara langsung maupun tidak langsung pemerintah juga rugi. Kami berharap kita untuk sama-sama bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran.